Judul : Take Care Of My Girlfriend
Genre : Romance, Angst
Rating : G
Cast :
- Park Hye-rin/ author/ kamu . *terserah deh enaknya pake yang mana* :D .
- Son Dongwoon
- Yang Yoseob
Annyeong.. bingung mau post apa, jadi post FANFIC gaje ini aja, hihi. perlu chingu-chingu semua tahu, bahwa ini Fanfic pertama yang aku buat selama hidupku dan ini bukan jiplakan loh.. asli dari pikiranku yang selalu mikirin Yoseob, cekakakak xD..
sebelum baca ngucap dulu ya.. semoga kalian ngerti jalan ceritanya. fanfic abal-abalan ini aku persembahkan untuk BEAST *ya, walaupun mereka gak mungkin baca* -___- , para B2UTY/B2STLY dan buat kalian pengunjung blog ini. Mohon maaf kalau ada typo, karena saya juga manusia. Oiya, fanfic ini sengaja aku buat seperti cerpen, supaya lebih simple, namanya juga fanfic abal-abalan + gaje, jadi beda sama fanfic lain. harap maklum. happy reading. 2 Last Word.. THANK YOU ^^
HARAP UNTUK TIDAK MENGCOPY, ATAU MENJIPLAK FANFIC INI. TANPA PERSETUJUAN DARI SAYA. TOLONG HARGAI PENULIS. DON'T BE PLAGIATRISM PLEASE ..
HARAP UNTUK TIDAK MENGCOPY, ATAU MENJIPLAK FANFIC INI. TANPA PERSETUJUAN DARI SAYA. TOLONG HARGAI PENULIS. DON'T BE PLAGIATRISM PLEASE ..
PERINGATAN!!! jangan menyesal ya lihat akhirnya :D
Aku duduk dibangku sebuah taman. Pikiranku terasa
kosong, entah apa yang membawaku ke taman ini. Aku bahkan tak tahu, taman apa
ini. Rasanya aku baru pertama kali kesini. Suara semak mengagetkanku dari balik
pepohonan berlari seorang laki-laki yang hampir saja menabrak bangku tempatku
duduk, disusul dengan seorang laki-laki lagi dibelakangnya. Aku tak bisa
melihat wajah mereka, aku hanya mendengar salah seorang memanggil sebuah nama
dengan teriakan keras. Kupikir ia memanggil nama salah satu dari mereka.
“Yang Yoseob, tunggu aku”, itulah kata yang aku dengar
lalu membangunkanku dari tidurku. Sejenak aku berpikir , kenapa bisa aku
bermimpi seperti itu ? aku bahkan tak mengenal mereka. Aneh.
Seperti biasa, aku harus mendatangi sebuah bangunan
yang orang-orang bilang namanya, sekolah. Tapi, bagiku ini penjara. Seperti
pelajar biasa lainnya, aku harus menaiki bus untuk pergi ke ‘penjara’ itu.
Menunggu datangnya bus di halte bersama beberapa siswa lain yang tentu saja
tidak aku kenal. Bus datang, aku segera memasuki bus dengan cepat agar mendapat
tempat yang aku inginkan. Tapi, ada dua orang laki-laki yang lebih cepat
dariku, dan itu membuatku sangat kesal saat mereka mengambil tempat favoriteku.
Sepanjang perjalanan dua laki-laki perebut itu saling
bercanda tawa satu sama lain, sepertinya mereka sangat dekat.
“Ah, untuk apa aku memerhatikan mereka.” Pikirku mengalihkan
pandangan keluar melalui jendela bus.
Bus berhenti tepat didepan halte terakhir. Semua orang
yang satu sekolah denganku turun dari bus, termasuk dua laki-laki perebut itu.
Awalnya aku heran mengapa mereka turun juga, ternyata mereka juga bersekolah
disekolahku, aku saja yang tak memerhatikan seragam yang mereka pakai. Kami
semua murid SMA Jangsung berjalan untuk memasuki jalanan menuju sekolah itu.
Hampir dari mereka semua saling kenal dan berjalan bergerombol sambil bercanda.
Hanya aku yang merasa terasingkan disitu. Sebenarnya bukan aku yang
terasingkan, tapi aku sengaja mengasingkan diri.
Terlihat sebuah taman kecil dipinggir jalan yang kami
semua lewati, pikiranku kembali melayang mengingat mimpiku itu. Saat aku
membayangkan si laki-laki memanggil nama temannya, nama itu terasa nyata
ditelingaku, aku berbalik melihat siapa yang mengatakan nama itu, ternyata
salah satu dari si dua laki-laki perebut itu, yang mempunyai badan tinggi
sedang berlari menuju ke badan yang sedikit lebih kecil darinya yang sekarang
ku ketahui namanya adalah Yang Yoseob.
Aku hanya heran, kaget, tak percaya melihat apa yang
barusan terjadi. Aku bahkan tak percaya dengan apa yang kudengar. Ternyata
kedua laki-laki tanpa wajah dalam mimpiku itu mereka, si perebut tempat duduk
favoriteku di bus.
“Apa coba hubunganku dengan mereka, aku bahkan baru
melihat mereka hari ini, namun aku sudah memimpikan mereka kemarin.” Ucapku
dalam hati tak percaya.
Aku
masih sibuk dengan hal aneh itu, tak terasa aku sudah berada di koridor kelas.
Aku tak tahu, menuju kelas mana laki-laki misterius itu. Memasuki kelas dengan
wajah muram dan penuh keseriusan, itulah sosokku saat berada didalam kelas.
Namun dengan sifat seperti itu, bukan berarti aku tak mempunyai teman, teman
sekelasku suka dengan wajah sok seriusku itu. Padahal aku memang selalu muram
saat akan belajar apalagi pelajaran hari ini, ada pelajaran bahasa inggris.
Pelajaran itu, membuatku berfikir kalau sekolah ini benar-benar seperti sebuah
penjara.
Satu-satunya
yang membuatku semangat adalah karena sekolahku ini, ada kegiatan fotografi.
Saat istirahat aku menghabiskan waktu diruang fotografi untuk mengasah
kemampuanku. Sedang asik memotret objek yang unik, aku dikagetkan oleh suara
pintu terbuka. Masuk seorang laki-laki bertubuh tinggi yang entah siapa, aku
hanya melihat bayangannya. Menurutku pasti dia senior Kang, yang ingin
mengambil kameranya.
Ternyata
aku salah. Terdengar suara dari belakangku yang kurasa asing, namun aku sudah
pernah mendengarnya.
“Annyeong, Son Dongwoon Imnida,” Sapa laki-laki itu.
Aku langsung membalasnya dengan membungkukkan badan
tanpa melihat wajahnya. Saat aku menegakkan badan aku melihat si laki-laki
berbadan tinggi, teman Yang Yoseob itu beerdiri dihadapanku. Aku terdiam
seperti patung. Aku merasa waktu disekitarku berhenti berjalan. Bahkan, suara
burung yang berkicauan pun tak terdengar lagi. Aneh, namun itulah yang aku
rasakan.
Setelah
menjelaskan panjang lebar denganku, ternyata dia adalah murid baru dikelas 11-D.
Pindahan dari Incheon. Dia berkata, dia melihatku menaiki bus bersamanya dan
Yoseob pagi tadi. Tak lupa Dongwoon juga memberitahui bahwa Yoseob adalah
sahabat yang telah ia anggap seperti kakaknya sendiri. Yoseob murid baru di
kelas 12-A.
Selama
ia menjelaskan itu, sekali lagi aku memikirkan mimpiku. Kenapa mereka bisa
berada didalam mimpiku. Terlihat jelas bahwa dimimpiku itu, Dongwoon sedang
mengejar Yoseob untuk tidak meninggalkannya. Memikirkan itu, membuatku semakin
pusing, dan aku bertekad untuk tak ingin mengingat mimpi itu lagi.
“Dongwoon-a, bukankah seharusnya kau memanggil Yoseob
seonbae, dengan panggilan hyung. Kenapa kau hanya memanggil namanya, itu sangat
tidak sopan.” Kritikku kepada sikap Dongwoon.
“Ya!. Aku hanya bercanda, aku senang melihatnya marah
dan meninggalkanku, lalu aku mengejarnya.” Jawab Dongwoon santai dengan senyum
menghiasi wajahnya.
Berminggu-minggu telah ku lewati bersama Dongwoon, aku
semakin dekat dengannya begitu pula dengan Yoseob seonbae. Bahkan akhir-akhir
ini, aku selalu bersama dengan Dongwoon, karena ada tugas pemotretan
berkelompok, dan aku bersama Dongwoon. Kami sering menghabiskan waktu ditaman,
untuk mencari objek pemotretan yang bagus atau hanya untuk sekedar bersantai
bersama.
Saat
duduk bersampingan bersama Dongwoon, aku selalu merasa hangat, perasaan yang
kurasakan sama saat aku bertemu dengannya diruang pemotretan. Jantungku tak
berhenti berdetak kencang, waktu seakan berhenti, semua yang ada disitu
berhenti bergerak hanya kami berdua yang dapat bergerak. Apa aku jatuh cinta
dengannya? Mungkinkah? …. Kalau aku melihat dari sisi Dongwoon sepertinya dia
juga menyukaiku. Tapi suka bukan berarti cintakan ? mungkin dia hanya
menyukaiku sebagai seorang sahabat.
“Hye-rin-a, kalau kau menyukai seseorang dan ternyata
temanmu juga menyukai orang itu, apa kau akan mengalah buat temanmu itu?”
pertanyaan itu tiba-tiba saja keluar dari mulut Dongwoon yang memecahkan
keheningan yang kurasakan.
“Entahlah, tergantung dengan situasi dan kondisi yang
terjadi pada diri temanku itu.” Jawabku singkat menaikkan bahuku
Disekolah
aku bertemu dengan Yoseob seonbae, saat ia mendekatiku dan berdiri tepat
dihadapanku, aku juga merasakan hal yang sama, yang kurasakan pada Dongwoon.
Apakah aku juga jatuh cinta pada Yoseob seobae.? Seserakah inikah aku, sampai
jatuh cinta pada dua orang sekaligus? Kalau aku memikirkan mereka berdua, aku
benar-benar akan gila.
Hingga
suatu malam, Dongwoon mengajakku untuk berjalan-jalan ke Myeong-Dong akupun
menerima tawarannya itu. Sesampainya disana, aku tak bertemu dengan Dongwoon,
yang aku lihat adalah Yoseob seonbae sedang melambaikan tangan denganku.
“Seonbae, kenapa bisa ada disini? Dongwoon mana ?”
Tanyaku bingung melihat sekeliling.
“Dia bilang padaku untuk menemanimu, karena dia tak
bisa”. Jawab Yoseob Seonbae singkat menarik tanganku melewati kerumunan
orang-orang dijalan itu.
Tadinya
aku ingin bertanya lebih kenapa Dongwoon tidak bisa,namun aku merasa jantungku tertinggal
ditempat kami berdiri tadi, aku tak menyangka bahwa Yoseob seonbae memegang
tanganku dengan erat dan berlari bersamaku. Setelah kami berkeliling beberapa
kali, kami duduk dibangku taman, untuk beristirahat sambil meminum minuman soda
yang tadi Yoseob seonbae beli. Beberapa menit kami berdua terdiam. Hingga
Yoseob seonbae, berlutut dihadapanku dengan memegang sebuah benda yang tak
terlihat ditangannya.
Melihat
itu, aku terkaget. Hampir saja minuman yang kuminum semburkan ke arahnya.
“Hye-rin ya, mau kah kau memanggilku Oppa, jangan
memanggilku Seonbae lagi. ? kata-kata itu keluar dari mulutnnya, dengan wajah
yang sangat serius berbeda dengan ekpresi-ekpresi wajahnya yang biasanya imut.
Aku terbatuk . Lalu Yoseob seonbae melanjutkan
ucapannya itu.
“Maukah kau menjadi pacarku? Kalau kau ingin,
tundukkan kepalamu. Biarkan aku memasangkan pita ini di rambutmu. Dan kalau
tidak, ambillah pita ini, lalu kau buang ketempat sampah itu.” Yosoeb seonbae,
mengakhiri ucapannya, dengan menunjuk tempat sampah diujung jalan.
Sejenak
aku terdiam. Aku melihat wajah serius darinya, yang tak pernah ku lihat
sebelumnya. Aku pikir dia benar-benar mencintaiku. Dan kurasa aku juga
mencintainya. Aku memandanginya dengan serius pula. Lalu kutundukkan
perlahan-lahan kepalaku kepadanya, lalu ia tersenyum dan memasangkan pita itu
dikepalaku. Ia memelukku dengan erat lalu membisikkan sebuah kalimat.
“Aku
mencintaimu Hye-rin-a ”. Aku pun tersenyum bahagia dipelukkannya mendengar
kalimat itu.
Haruskah
aku memberitahu Dongwoon bahwa aku dan Yoseob seonbae telah berpacaran? itulah
yang aku pikirkan setelah semua itu terjadi.
Esoknya aku tak melihat Dongwoon
berjalan bersama Yoseob Seonbae ke halte bus. Saat berada di bus aku duduk
bersampingan dengan Yoseob Soenbae dan bertanya kepadanya “Oppa, Dongwoon
dimana ? kenapa tidak bersamamu ?”
“Oh, dia berkata ada yang harus ia kerjakan dulu, jadi
dia menyuruhku untuk pergi meninggalkannya.” Jawab Yoseob Seonbae tersenyum
padaku.
Melihat senyum itu aku sangat bahagia. Aku tak menyangka dapat melihat
wajahnya sedekat ini.
Berminggu-minggu
telah berlalu, aku merasa semakin jarang bertemu dengan Dongwoon. Sepertinya
dia sengaja menjauhiku. Ada apa dengannya. Kenapa dia berubah seperti itu ?
Hingga
suatu hari di ruang pemotretan, saat yang ada disitu hanya kami berdua. Telah
lama aku menunggu momen seperti ini. Aku bertanya kepadanya kenapa ia jadi
berubah kepadaku, ia lebih sering mendiamiku. Tapi ia hanya menjawab bahwa ia
tak ingin menggangguku dengan Yoseob Seonbae. Apa maksud dari perkataannya itu.
Ia juga menambahkan, bahwa aku harus membahagiakan Yoseob Seonbae. Aku semakin
tidak mengerti dia.
Pagi
hari diawal musim gugur, hubunganku dengan dengan Yoseob Seonbae baik-baik saja
begitu pula dengan Dongwoon, sepertinya ia telah kembali menjadi Dongwoon yang
dulu lagi. Aku duduk didepan rumahku. Memikirkan apa yang ku alami akhir-akhir
ini. Hingga, teleponku berbunyi. Dongwoon menelepon berkata bahwa Yoseob
Seonbae masuk rumah sakit karena sebuah kecelakaan.
Aku melihat Dongwoon berdiri tepat didepan kamar
mayat, air mataku mengalir deras, sangat deras. Aku berlari kearahnya, ingin
memasuki ruangan itu. Dia menarikku, aku tak melihat satupun tetes air mata
membasahi wajahnya.
“Ya, dia bukan didalam sana, namun dia diruangan itu.”
Dongwoon berkata lalau menunjuk ruangan diseberang ruang mayat itu, tawa kecil
menghiasi wajahnya.
“Kau masih bisa tertawa ?” tanyaku kesal.
“Aku yakin, Yoseob hyung pasti juga akan tertawa kalau
melihat kejadian ini,” lanjutnya dengan tawa masih menghiasi wajahnya.
Aku
memasuki ruangan itu, aku melihat Yoseob Seonbae terbaring dengan perban
dikepalanya. Dongwoon mengikuti dibelakangku. Yoseob Seonbae tidak bergerak,
apa ia sedang tidur? Aku lebih dekat dengannya, sampai aku duduk disamping
tempat ia berbaring. Ia bangun, memberiku senyuman manisnya. Aku merasa lega
melihat senyumnya itu.
“Oppa, bagaimana keadaanmu sekarang, kau baik-baik
sajakan?” tanyaku cemas.
“Aku baik-baik saja, karena kau sudah datang untuk
menyembuhkanku,” canda Yoseob Seonbae.
Bahkan disaat seperti inipun ia masih bisa bercanda.
Itu membuatku cemas.
Dongwoon mendekati kami, lalu memelukku dan Yoseob
Seonbae, air matanya mengalir membasahi wajahnya. Melihat itu tentu saja aku
dan Yoseob Seonbae merasa heran. Dongwoon memang suka bertindak semaunya,
bahkan menangispun ia seenaknya, tanpa memberitahu sebabnya.
Aku
berniat untuk mengunjungi Yoseob Seonbae, namun saat aku didepan pintu
kamarnya, aku mendengar keributan. Aku melihat dari kaca yang ada dipintu,
Yoseob Seonbae memukul Dongwoon. Namun Dongwoon hanya diam tak melawan dan
menangis. Sepertinya telah terjadi sesuatu yang besar diantara mereka. Aku tak
berani untuk masuk akhirnya, aku pulang. Namun sebelum pulang aku bertanya
kepada dokter yang merawat Yoseob Seonbae.
“Nona Hye-rin, saya rasa anda belum mengetahui sebuah
kenyataan, bahwa saudara Yang Yoseob sedang mengidap kanker otak stadium
akhir.” Inilah perkataan dokter yang membuatku tak mampu menahan air mataku,
aku tak percaya ini. Kenapa ia menyembunyikan ini padaku.
Dokter
itu lalu melanjutkan perkataannya,
“Selama ini dia tidak mengetahui penyakitnya ini, yang
mengetahuinya hanya Dongwoon. Dongwoon lah yang mengetahui penyakitnya sejak
setahun lalu, saat pertama kali Yoseob mengalami kecelakaan yang melukai
kepalanya. Namun, sekarang Yoseob sudah mengetahui penyakit yang dideritanya
itu, ia sangat syok mendengarnya. Ia bahkan memohon padaku untuk menyelamatkan
hidupnya.” Jelas Dokter dengan panjang lebar.
Aku menangis diruangan dokter itu, aku tak menyangka
ini akan terjadi pada hidupku. Orang yang kucintai akan meninggalkanku untuk
selamanya. Aku mengerti dengan tindakan yang Yoseob Seonbae lakukan pada
Dongwoon dikamarnya tadi. Yosoeb Seonbae pasti merasa kecewa pada Dongwoon yang
merahasiakan penyakitnya itu.
Akhirnya,
aku mengerti dengan perkataan Dongwoon,
yang memintaku untuk membahagiakan Yoseob Seonbae. Sebenarnya Dongwoon berniat
baik pada Yoseob Seonbae, tapi tentu saja Yoseob Seonbae merasa dibohongi.
Yoseob
Seonbae keluar dari rumah sakit, Dongwoon membawakan tasnya dan berjalan
dibelakangnya. Sepertinya hubungan mereka telah membaik. Yoseob seonbae
tersenyum melihatku, aku juga tersenyum, begitu pula Dongwoon. Namun kalau aku
melihat senyum Yoseob Seonbae, aku ingin menangis, aku tak tahu kapan akan
melihatnya tersenyum manis kepadaku untuk terakhir kalinya. Aku takut kalau
itu, terjadi pada hari ini. Aku berusaha menutupi kesedihanku. Membuang semua
rasa cemasku.
“Oppa, bagaimana kalau kita berjalan bersama-sama
setelah menyimpan barang-barangmu ini ?” Tanyaku dengan wajah senang, berusaha
menyembunyikan kesedihanku.
“Aku setuju hyung,” Dongwoon menambahkan.
Yoseob
Seonbae menyetujuinya, kami berjalan bersama. Membeli makanan dan minuman
bersama-sama, berfoto ditaman bersama-sama. Semua kami lakukan bersama-sama.
Aku sangat senang melihat foto kami bertiga, dengan ekspresi wajah yang sangat
gembira. Aku akan menyimpan foto itu selamanya.
Dua
bulan telah berlalu, kesehatan Yoseob Seonbae semakin memburuk. Ia semakin
sering keluar masuk rumah sakit. Padahal dokter sudah mengatakan untuk tetap
tinggal dirumah sakit, sayangnya ia tak pernah mendengarkan.
Aku
sedang menunggu Dongwoon didepang gerbang sekolah. Aku akan mengunjungi Yoseob
Seonbae dirumah mereka. Perjalanan menuju halte bus, kami berdua hanya diam.
Aku melihat dari sudut mataku, Dongwoon memerhatikanku dengan dalam.
Perhatiannya buyar saat teleponnya berbunyi.
“Apa? Yoseob hyung, masuk rumah sakit??” Teriaknya membuatku
terkaget.
“Kenapa?” Aku bertanya, namun ia tak menjawab.
Dongwoon langsung menarikku menaiki taksi menuju rumah sakit.
“Yoseob hyung, ia ditemukan tergeletak didepan rumah
oleh para tetangga dengan wajah pucat, lalu mereka membawanya ke rumah sakit.”
Dongwoon menjelaskan dengan cepat melihat luar jendela taksi.
Aku hanya diam mendengar itu, lagi air mataku mengalir
deras. Perasaanku tidak tenang. Aku menangis mengerluarkan semua kesedihanku
didalam taksi itu, Dongwoon yang melihatku langsung merangkulku dan
mengelus-ngelus pundakku.
Di
rumah sakit Dongwoon berlari menuju ruang tempat Yoseob Seonbae dirawat. Aku
mengikutinya. Memasuki ruangan itu, Dongwoon terjatuh melihat Yoseob Seonbae,
aku yang juga melihatnya semakin mengeluarkan air mataku dengan deras. Yoseob
Seonbae terbaring dengan alat bantu pernafasan dan alat pendeteksi detak
jantung di samping tempat tidurnya. Sepertinya
ia masih belum sadarkan diri. Aku membantu Dongwoon berdiri lalu kami mendekati
Yoseob Seonbae.
“Hyung, bangunlah. Kumohon bangunlah, disini ada aku
dan Hye-rin. Apa kau tak ingin melihat kami?” Dongwoon memegang tangan kiri
Yoseob Seonbae.
Aku juga memegang tangan kanan Yoseob Seonbae. Dongwoon masih
menangis begitu pula aku. Kami berdua sama-sama masih memakai seragam sekolah.
Aku
ingin membersihkan wajahku di toilet. Melepaskan tangan Yoseob Seonbae dari
genggamanku, namun tak bisa. Ternyata Yoseob Seonbae juga menggenggam erat
tanganku. Tak lama, matanya terbuka. Aku berteriak memberitahu Dongwoon yang
sedang duduk diluar ruangan. Dongwoon berlari masuk. Yoseob Seonbae ingin
melepaskan alat bantu pernapasan yang dipakainya, Dongwoon ingin melarangnya,
namun tak bisa.
Wajah
Yoseob Seonbae masih saja pucat. Suaranya saat berbicara pun menjadi sangat
kecil. Ia menatapku dalam dengan tersenyum seakan semuanya baik-baik saja. Aku
juga mencoba tersenyum, tapi bukannya tersenyum aku malah menangis melihatnya.
Aku berdiri disebelah kanannya dan Dongwoon disebelah kirinya. Ia masih
memegang tanganku.
“Ada apa dengan kalian, sudahlah jangan mencemaskanku.
Aku akan baik-baik saja.” Yoseob Seonbae
berkata seakan-akan dia baik-baik saja.
“Hyung, kau pikir kau baik-baik saja?” Dongwoon marah
mendengar perkataan Yoseob Seonbae.
Aku hanya diam. Tak mampu untuk berkata apapun. Yoseob
Seonbae menatapku lagi. Berharap aku berbicara.
“Oppa, kenapa kau tak mendengar perkataan kami,
bukankah kami telah menyuruhmu untuk dirawat disini saja.” Aku ikut memarahi
Yoseob Seonbae.
“Mengapa kalian jadi memarahiku, bukannya
mencemaskanku,” Yoseob Seonbae juga marah kepada kami.
Kami bertiga terdiam beberapa saat. Hingga suara kecil
Yoseob Seonbae terdengar di telingaku.
“Hye-rin ya, terima kasih karena kau telah menemaniku
selama ini. Dongwoon juga, kau adalah adik terbaik yang pernah kumiliki. Kau
bahkan merelakan cinta pertamamu untukku.” Ucapan Yoseob Seonbae itu membuatku
kaget dan melihat kearah Dongwoon. Dongwoon menangis memegang erat tangan
Yoseob Seonbae. Aku kembali menatap Yoseob Seonbae menunjukkan wajah tak tahu
apa-apa.
“Hye-rin-a, sebenarnya Dongwoon juga sangat
mencintaimu, namun karena ia mengetahui aku juga mencintaimu dia mengalah.
Bahkan ia mencoba untuk menutupi rasa cintanya itu padaku dan padamu.”Yoseob
Seonbae menjelaskan menatap aku dan Dongwoon bergantian.
“Hyung, hentikan..” Dongwoon memohon air matanya masih
saja mengalir.
Aku heran, aku juga ikut menangis. Betapa bodohnya aku
selama ini. Aku bahkan tak mengetahui arti dari pertanyaan yang pernah Dongwoon
tanyakan padaku. Dongwoon pasti merasa sangat sakit.
Yoseob Seonbae menarik tanganku dan tangan Dongwoon.
Mempertemukan tangan kami, lalu menyuruh kami saling menggenggam.
“Dongwoon-a, aku kembalikan cinta pertamamu, tolong
kau menjaganya dengan baik.” Yoseob seonbae mulai berbicara.
“Hye-rin-a, aku mencintaimu. Namun kurasa Dongwoon
lebih mencitaimu. Maukah kau menjaganya untukku ?” mendengar perkataannya, air mataku terjatuh
di tempat tidurnya.
“Hyung, kenapa kau berbicara seperti itu. Sudahlah.”
Dongwoon memohon.
“Oppa, aku juga mencintaimu. Kalau itu yang kau inginkan.
Aku akan melakukannya, aku akan mencintai Dongwoon. ”
Yoseob Seonbae terlihat sedang menahan sakit. Dongwoon
ingin memanggil dokter, namun dihalangi olehnya.
“Dongwoon-a, kalau aku pergi kau jangan mengikuti dan
mengejarku lagi ya, kumohon. Karena ada Hye-rin yang akan selalu bersamamu. Dan
Hye-rin-a cintailah Dongwoon seperti kau mencintaiku bahkan lebih besar dari
cintamu padaku.” Saat selesai mengatakan itu, Yoseob Seonbae menangis lalu
memegang erat tanganku dan Dongwoon yang sedang berpegangan. Semakin erat ia
menggenggam tangan kami. Lalu aku melihat wajah Dongwoon begitu pula Dongwoon,
ia juga menatapku saat genggaman itu terlepas, mata Yoseob Seonbae tertutup, ia
tersenyum, alat pendeteksi
detak jantung berbunyi dan tak terlihat lagi garis-garis tak
beraturan, hanya terlihat garis lurus.
“Hyung, jangan, jangan. Kumohon jangan tinggalkan
aku.” Teriak Dongwoon memeluk tubuh lemas Yoseob Seonbae. Ia menangis. Kali ini
tangisannya sangat keras. Tak pernah aku melihatnya sesedih ini.
“Oppa, Oppa…” aku juga teriak memanggilnya, menangis
didepan tubuhnya, air mataku menetes jatuh diatas tubuh lemasnya, bagaikan
hujan yang sedang turun. Aku merasa tak pernah sesedih ini. Tak pernah
mengeluarkan air mata sebanyak ini. Kami berdua menangisinya. Hingga dokter
datang dan menyuruh para perawat untuk membawanya kekamar mayat. Tubuhku lemas
tak mempunyai tenaga untuk berjalan lagi, bahkan Dongwoon harus memegangku
untuk meninggalkan rumah sakit.
Tiga
bulan berlalu setelah kepergian Yoseob Seonbae, aku dan Dongwoon berjalan
menuju halte bus bersama-sama. Kami melihat taman, diseberang jalan. Lalu kami
memutuskan untuk duduk sebentar di taman itu.
“Hye-rin-a, aku mencintaimu. Tidakkah kau mencintaiku
?” Dongwoon tiba-tiba bertanya kepadaku.
“Dongwoon-a, aku juga mencintaimu, bahkan aku
mencintaimu, jauh sebelum aku jatuh cinta pada Yoseob Seonbae.” Maafkan aku
karena telah membuatmu seperti ini. Melihatku bersama Yoseob Seonbae.”
Kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutku.
“Oh, benarkah? Aku melakukan itu demi Yoseob hyung,
bukankah kau juga mengetahuinya.” Ia berusaha membela diri. Jawanbannya itu
menjadi terkesan bahwa aku sedang menyalahkannya
“Kalau aku menyatakan cintaku, apa kau akan menerimaku
?” tanyaku ragu.
“Entahlah.” Jawabnya singkat.
“Ya.!! Bukankah kau telah berjanji pada Yoseob Seonbae
akan menjagaku. Kau tak ingin menepati janjimu ?” aku berteriak marah padanya.
“Kau, kenapa kau jadi seperti ini. Bukankah aku telah
menyatakannya tadi. Apa kau tak mendengarnya?” Dongwoon berkata tak percaya.
“Caramu sungguh tidak romantis.” Keluhku.
Iya
tak menjawab. Hanya tertawa melihat wajah cemberutku. Lalu Dongwoon mendekat
padaku, memelukku dan mencium pipiku. Aku merasa pelukkannya hampir sama
seperti pelukkan Yoseob Seonbae. Hanya saja terasa lebih hangat. Dalam
pelukkannya aku memerhatikan keadaan di Taman itu, aku merasa tak asing dengan
keadaan disini. Setelah lama berpikir ternyata, ini taman yang ada dalam
mimpiku. Saat Dongwoon memanggil Yoseob Seonbae. Saat dimana aku bertemu mereka
untuk pertama kalinya. Namun bukan di dunia nyata. Hanya dalam mimpi.
Pertemuaan yang sungguh tak terduga.
Dongwoon
memain-mainkan poniku. Aku memberinya tatapan sinis. Lalu kami berdua tertawa.
Kami berdua merasa sanget bahagia. Aku mengeluarkan fotoku bersama Dongwoon dan
Yoseob Seonbae yang kami ambil beberapa bulan lalu, kami tersenyum ceria difoto
itu.
“Oppa, Bukankah kami bahagia seperti keinginanmu ?”
- END -
gimana ?? gaje ya ?? silahkan komen eaaa *alay dikit* ^_- . Jangan lupa sarannya :D
Annyeong.. Suka bikin FF? Mau FF mu ditambah dengan Poster-poster kece? Kamu bisa request di http://cafeposterart.wordpress.com GRATIS kok, hehe… #maaf spam
BalasHapusoke :) makasih infonya.
Hapustolong dong bikin FF tentang doojoon hhhe
BalasHapusmakasih ..
request nya ditampung yaaa. tunggu aja. pasti dibuatin kok :D
Hapushuaaaa... aku nangis lho baca ff ini.. :'( KEREN :^^
BalasHapushihihi. aku nulisnya juga sambil nangis'-' kebawa suasana. gomawo udah baca ya:D
Hapus